Rabu, 09 April 2008

INTERFERENSI KLITIK "TAK"

Klitik "tak" dalam Bahasa Indonesia akibat Interferensi Bahasa Jawa
Oleh : Arif Irfan Fauzi

Dalam konteks berbahasa secara lisan, kita sering menemukan seseorang menggunakan klitik "tak." Bahkan kita juga sering menggunakannya. Kata-kata seperti tak cubit, tak bawa, tak jemput, tak suruh dan sebagainya secara spontan keluar dari mulut kita.

Jika dianalisis secara keilmuan, klitik "tak" tidak terdapat dalam kaidah berbahasa Indonesia. Dalam kaidah, kita mengenal dua pembagian klitik, yaitu pro klitik dan end klitik. Pro klitik meliputi persona pertama (saya, aku, ku, kami, kita), persona kedua (engkau, kamu, anda, dikau, kau, kalian) dan persona ketiga (ia, dia, beliau, mereka). Sedangkan end klitik meliputi persona pertama (-ku), persona kedua (-mu) dan persona ketiga (-nya). Untuk penulisan pro klitik, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Adapun penulisan end klitik ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Kemunculan klitik "tak" (diidentifikasi sebagai pro klitik), merupakan interfensi dari kaidah bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa sering ditemukan kata-kata yang menggunakan klitik tersebut, seperti : tak woco (saya baca), tak resiki (saya bersihkan), tak tinggal (saya tinggal), dan sebagainya. Kemunculan klitik tersebut ke dalam bahasa Indonesia, pada mulanya hanya digunakan oleh orang-orang Jawa. Seperti yang kita ketahui, bahwa jumlah penutur bahasa Indonesia sekitar tujuh puluh persen tinggal di Pulau Jawa. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan klitik ini cepat sekali memasyarakat.

Selama ini, yang dijadikan alasan oleh pengguna klitik "tak" adalah kesamaan makna. Klitik "tak" memiliki kesamaan dengan pro klitik persona pertama (tunggal). Kata tak pukul memiliki makna sama dengan kata saya pukul, kata tak jemput bermakna sama dengan kata saya jemput dan sebagainya.

Sejauh ini penggunaan klitik "tak" hanya sebatas dalam komunikasi lisan, belum merambah ke komunikasi tulis (dalam konteks resmi). Sikap tegas dari pemakai dan pemerhati bahasa sangat diperlukan agar tidak berkembang dan mencemari bahasa Indonesia.

Tidak ada komentar: